Jangan Lakukan Hal-hal Ini Kalau Tidak Mau Pembelimu Kabur

Jika kamu adalah seorang penjual, kamu mungkin sudah paham bahwa mempertahankan pelanggan lebih sulit dibanding menggaet calon pembeli. Oleh karena itu, penting bagi para pemilik bisnis untuk memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh pembeli. Tidak peduli seperti apa penampilan customer, pepatah ‘pembeli adalah raja’ wajib diterapkan sebaik-baiknya.

Namun demikian, tidak sedikit orang yang kurang memahami bahwa kualitas pelayanan merupakan hal yang krusial bagi konsumen. Akibatnya, terkadang tanpa sadar mereka melayani pembeli dengan buruk. Hal tersebut menyebabkan konsumen kecewa dan tidak pernah kembali lagi.

Perilaku apa saja yang bisa membuat konsumen kabur? Berikut ulasannya.

Meremehkan

Pria, Tunawisma, Laki-Laki Tunawisma, Kemiskinan

Ini sering sekali terjadi di dunia penjual-pembeli. Apalagi kalau lokasi jualan adalah lokasi yang fancy, keren. Pernah kan, setidaknya sekali atau dua kali, ada cerita viral di sosial media tentang seseorang yang berpakaian seadanya. Ia ingin membeli sesuatu di sebuah toko yang mewah. Namun pramuniaga malah meremehkan orang tersebut karena pakaian calon pembeli dirasa kurang mampu untuk membeli di tempat tersebut.

Padahal, si pembeli ternyata memang mampu beli di toko tersebut. Bahkan kalau perlu dibeli sekalian setoko-tokonya. Namun karena si pramuniaga meremehkannya sebelum membeli, akibatnya dia tidak pernah kembali lagi ke toko tersebut.

Tidak jujur mengenai kondisi barang

Bazar, Toko Barang Bekas, Organisasi, Kabinet, Pakaian

Jika kamu menjual barang bekas, cantumkan deskripsi produk sedetil-detilnya pada calon pembeli. Entah itu ada kekurangan suku cadang, cat yang mengelupas, garansi produk. Percayalah, mereka yang akan membeli barangmu sudah tahu apa yang akan mereka beli (produk bekas). Jadi mereka tentu akan memaklumi jika terdapat sedikit kekurangan pada barang.

Apabila kamu mengatakan bahwa barangmu mulus no minus namun setelah dilihat ternyata terdapat satu gores baret kecil, maka bubar sudahlah calon pembeli. Mereka tidak lagi respek terhadapmu karena telah berbohong.

Suka ikut campur masalah orang lain

Pemilik Toko, Penjual, Pria, Orang, Bahagia, Sri Lanka

Nah kalau ini biasa terjadi di warung-warung kecil, tempat makan, dan kios. Pada umumnya tempat seperti ini punya pelanggan tetap. Pelanggan-pelangan tersebut berbelanja di tempat-tempat itu karena alasan dekat, harganya lebih murah, atau memang karena suka saja.

Karena sering berkunjung, tidak heran dong kalau si pemilik sampai hafal para pelanggannya. Mereka jadi menanyakan hal-hal umum, seperti tinggal dimana, mau beli barang ini untuk apa, atau hal-hal lainnya.

Masalahnya, kalau sudah menyerempet pertanyaan seperti ‘sudah menikah belum?’ atau ‘kok kerjaannya cuma di rumah mulu’. My friends, pertanyaan-pertanyaan ini amat sangat menyebalkan bagi sebagian besar orang. Jadi berhentilah kepo soal urusan orang lain dan bersikaplah layaknya seorang penjual.

Mengejek pembeli

Orchard, Bayam, Ekologi, Makanan Sehat, Sayur

Jadi ceritanya, ada seorang ibu-ibu yang mau beli seikat bayam di pasar. Dia bertanya, “Berapa harga bayam satu ikat?”. “Tiga ribu,” jawab si penjual. “Kok mahal amat. Di tempat sono cuma dua ribu,” balas si ibu-ibu. Lalu ia berlalu pergi.

Sepeninggal si ibu tadi, penjual ngedumel, “Ya kalau mahal di sono ya belinya di sono. Ngapain ke sini. Penampilannya bagus kok bayam tiga ribu aja ga mampu beli.”

Sayangnya, si ibu tadi rupanya mendengar dumelan sang penjual. Mulai hari itu, ia bersumpah tidak akan pernah berbelanja di tempat itu lagi.

Pesan moralnya? Silahkan disimpulkan masing-masing.

Pakai pesugihan

Merokok, Pukulan, Dupa, Tongkat

Zaman sekarang, mana ada pedagang yang pakai pesugihan

Tapi, eh, ternyata masih ada loh. Diungkap oleh salah satu pengguna Quora, ia menceritakan bahwa ia punya warung langganan rujak cingur saat berkuliah di Malang. Hampir selama 3 semester, ia sering makan di warung tersebut. Bahkan sampai akrab dengan sang pemilik warung. Mereka berdua kerap mengobrol, ditambah, orangtua si user Quora ini merupakan wirausaha. Jadi bisa dikatakan mereka satu frekuensi. Si ibu pemilik warung tidak jarang menanyakan kabar orang tua langganannya tersebut.

Suatu hari, mereka kembali ngobrol-ngobrol. Si ibu pemilik warung bertanya kabar orang tua pelanggannya. “Bagamana kabar Bapak, Nak? Usaha lancar?”

“Ya begitulah, Bu. Kadang ramai kadang sepi. Tapi sekarang makin sepi. Apalagi katanya tetangga ada yang pakai pesugihan,” jawab pelanggan.

Lalu dibalas oleh ibu penjual, “Wajar kalau itu, Nak. Namanya juga usaha. Pesugihan emang berpengaruh sama usaha,”

“Tapi orang tua saya nggak mau pakai pesugihan, Bu,” kata si pelanggan.

Kemudian si ibu mengatakan, “Ya itu Nak mungkin yang bikin usaha bapakmu sepi, mau aku kenalkan orang pinter? Sakti banget orangnya, banyak orang yang minta bantuan untuk usahanya. Ya gapapa Nak, namanya juga usaha/ikhtiar itu. Adikku saja jual lalapan saya saranin kesitu langsung ada efeknya."

Pelanggan masih tidak percaya, “Masa sih ada efeknya?”

“Iya, Nak. Langsung rame warung lalapannya. Ini lho saya juga pakai,” jawab si ibu pemilik dengan percaya diri.

Detik itu juga, si pelanggan langsung memutuskan untuk tidak pernah lagi beli rujak cingur di tempat itu.